Drone AS Menewaskan Jenderal Top Iran

Drone AS Menewaskan Jenderal Top Iran

Drone AS Menewaskan Jenderal Top Iran – Cincin perak bermata ruby menjadi bukti dari kematian Jenderal Militer Iran Qasem Soleimani. Ia tewas akibat serangan drone militer Amerika Serikat di Baghdad.

Serangan tersebut atas perintah Presiden AS Donald Trump. Pada saat mendapat kabar kematian Soleimani pada Jumat 3 Januari, Trump sedang makan es krim di kediamannya. Usai menghabiskan es krimnya, ia langsung mem-posting foto bendera AS di Twitter. idnplay

Jasad jenderal top Iran itu ditemukan hancur berkeping-keping. Seorang politikus senior mengatakan bahwa jenazahnya hanya dapat diidentifikasi dengan cincin yang ia kenakan di tangan kirinya.

Sebuah gambar mengerikan yang beredar di media Iran menunjukkan cincin pada potongan tangan diduga milik Qasem Soleimani yang bersimbah berdarah, dan memiliki kemiripan yang kuat dengan cincin ruby yang dikenakan olehnya pada foto lain. judi bola

Pesawat nirawak yang menghabisi nyawa Soleimani adalah drone pemburu MQ-9 Reaper yang dikendalikan dari jarak jauh. Menurut laporan Arab News, drone itu berangkat dari markas AS yang berlokasi di Qatar, yaitu pangkalan udara dan militer Al Udeid. Misil yang dipakai adalah Hellfire R9X Ninja. https://americandreamdrivein.com/

Drone Reaper itu memiliki jangkauan 1.850 km dan bisa terbang di ketinggian 15 ribu meter. Drone ini cocok digunakan untuk melancarkan serangan, koordinasi, dan pengintaian terhadap target yang bergerak.

Serangan terhadap Soleimani, menurut jurnalis senior Dahlah Iskan, menjadi bukti bahwa drone kian mengambil alih manusia. Pesawat tempur kian tidak diperlukan.

Drone AS Menewaskan Jenderal Top Iran

Ia mengungkap drone American MQ-9 Reaper yang menewaskan Soleimani merupakan buatan General Atomics Aeronautical Systems (GA-ASI) Amerika. Yaitu sebuah perusahaan swasta yang sahamnya sudah dijual di pasar modal Wall Street New York.

“Harga drone ini murah sekali: Rp 200 miliar per buah. Dibanding harga pesawat tempur sejenis F-35,” kata mantan Menteri BUMN ini.

Drone ini, sambung Dahlan, ukurannya hampir sebesar pesawat tempur. Panjang sayapnya hampir 20 meter. Hanya bobotnya yang ringan: 2,5 ton.

Kematian Soleimani jadi bukti, serangan drone bisa menyasar siapapun. Para pemimpin negara dan orang-orang penting bisa jadi target. Pengawalan seketat apapun tak bisa menghentikan serangan tiba-tiba dari udara. Mau tidak mau, antisipasi mesti dilakukan untuk mengimbangi kemajuan teknologi yang mematikan ini.

Lalu, bagaimana dengan upaya pencegahan serangan drone di Indonesia? Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono mengakui Indonesia saat ini belum memiliki alat pendeteksi pengamanan drone. Padahal pengamanan sistem pendeteksi drone penting sebagai langkah keselamatan pejabat negara, terlebih Presiden Joko Widodo dikenal suka blusukan.

“Kita mau bikin,” ujar Sakti saat ditanya di Istana, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Dia menuturkan, rencana itu sudah dikembangkan Badan Pangkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Bahkan model itu sudah dipamerkan BPPT di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin 30 Desember 2019.

“Itu kemarin kan yang di peluncuran BPPT, setahun lagi lah, satu setengah tahun lagi lah, kita bisa,” ujar dia.

Saat ini, Indonesia baru berhasil membuat sebuah drone yang mampu terbang terus menerus selama 24 jam. Pesawat udara nirawak (PUNA) ini berjenis medium altitude long endurance (MALE) dan dinamai Black Eagle. Kemampuan terbang terus menerus selama 24 jam membuat drone ini bisa digunakan untuk membantu menjaga kedaulatan NKRI dari udara, namun tidak untuk peperangan.

Hal ini didasari dari kebutuhan pengawasan dari udara yang efisien terus menerus bertambah seiring dengan meningkatnya ancaman daerah perbatasan, terorisme, penyelundupan, pembajakan, serta pencurian sumber daya alam seperti illegal logging dan illegal fishing.

Drone ini mampu untuk beroperasi dalam radius 250 km dengan waktu terbang hingga 30 jam. Secara fisik, drone ini mempunyai panjang 8,30 meter dan bentang sayap sepanjang 16 meter.

Mengutip keterangan resmi dari Kementerian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemristek/BRIN), inisiasi pengembangan PUNA MALE telah dimulai oleh Balitbang Kemhan sejak 2015.

Pada 2019, Flight Control System (FCS) produksi Spanyol diintegrasikan dengan prototipe PUNA MALE 1 yang telah dimanufaktur PT Dirgantara Indonesia pada akhir 2019.

Pada 2020, akan dibuat dua unit prototipe berikutnya, masing-masing untuk tujuan uji terbang dan untuk uji kekuatan struktur di BPPT. Proses sertifikasi produk militer juga akan dimulai dan diharapkan pada akhir tahun 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA).

Integrasi sistem senjata pada prototype PUNA MALE dilakukan mulai pada tahun 2020 dan diproyeksikan sudah mendapat sertifikasi tipe produk militer pada 2023.

Deretan Negara dengan Sistem Penangkal Drone

Berikut beberapa negara dari berbagai penjuru dunia yang sudah punya sistem pertahanan drone.

1. Jepang

Jepang fokus pada sistem anti-drone untuk mengamankan Olimpiade Tokyo 2020. Salah satunya dengan menerbangkan drone besar dengan jaring untuk menangkap drone yang lebih kecil.

Asahi Shimbun juga menyebut Badan Kepolisian Nasional Jepang mempersiapkan “jammer” agar menganggu sinyal antara drone dan operatornya. Alhasil, drone akan turun perlahan, kembali ke asal, atau tak bisa beranjak di satu lokasi.

2. Israel

Apabila kini Iran protes karena jenderalnya tewas akibat drone, beberapa waktu lalu justru mereka mengirim drone untuk menyerang Israel. Serangan drone itu gagal karena Israel sudah punya sistem anti-drone.

Melansir US News, perusahaan sistem pendeteksi drone mencakup 17 persen dari industri drone di Israel. Negara itu pun sudah berhasil mengekspor sistem pertahanan drone mereka ke berbagai negara.

3. Rusia

Rusia juga sudah mengekspor sistem anti-drone mereka ke luar negeri, target konsumen mereka adalah negara-negara Timur Tengah. Salah satu perusahaan Rusia yang menjual sistem anti-drone adalah Rostec.

Rusia memamerkan sistem anti-drone mereka di Dubai Airshow pada November lalu. Timur Tengah dipilih sebagai sasaran setelah ada kasus diserangnya kilang minyak Saudi oleh drone Iran.

4. India

Masih di 2019, India juga mengembangkan sistem anti-drone untuk digunakan di perbatasan India-Pakistan. Pasalnya, India berkata kerap melihat drone di daerah perbatasan.

Menurut News18.com, pasukan pertahanan perbatasan India sedang berusaha mengembangkan teknologi yang bisa mendeteksi dan menghancurkan drone. Sistem deteksi yang dicari adalah yang punya radar, jammer, pengendali sistem untuk menetralkan drone.

Drone AS Menewaskan Jenderal Top Iran 1

5. Singapura

Usai serangan kilang Arab Saudi, Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen menegaskan negaranya punya sistem untuk melawan drone canggih.

Ia menyebut Angkatan Bersenjata Singapura telah menyiapkan sistem pertahanan drone sejak 10 tahun belakangan, seperti sensor G550 Airbone Early Warning Aircraft dan Multi-Mission Radar.

“Kami percaya dapat mendeteksi drone itu (yang menyerang kilang Saudi), serta bisa menetralkannya,” ujar Ng seperti dikutip Channel News Asia.

Potensi Perang Dunia III?

Spekulasi Perang Dunia III kembali muncul di awal 2020, dipicu serangan drone Amerika Serikat (AS) yang menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani.

AS mengklaim, Soleimani harus dihabisi karena ia merencanakan penyerangan ke diplomat-diplomat AS di wilayah Timur Tengah. Pasukan Quds yang dipimpin Soleimani juga sudah masuk radar teroris AS,  karena kejahatan militer yang dilakukannya.

Pemerintah Iran berjanji akan melancarkan balas dendam. Tak terima, Presiden AS Donald balik mengancam. Miliarder itu bahkan mengaku, pihaknya telah membidik 52 target di Iran, termasuk situs-situs budaya — yang bikin banyak orang mengelus dada.